![]() |
Ali Ahmad |
RADAR
LOMBOK-28 Februari 2018
MATARAM – Kejaksaan didesak mengusut aliran dana
marger Perusahaan Daerah (PD) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ke Perseroan
Terbatas (PT) BPR NTB yang mengalir ke oknum DPRD dan oknum pejabat Pemprov
NTB.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB menegaskan
praktek tersebut merugikan rakyat dan daerah. “Kami meminta kejaksaan
menelusuri pengakuan para tersangka dugaan korupsi terkait dana merger BPR,”
ujar Sekjen FITRA NTB, Ervyn Kaffah, Selasa kemarin (27/2).
Dikatakan, dua tersangka kasus merger BPR sudah jelas mengungkapkan
adanya keterlibatan eksekutif dan legislatif. Bahkan diklaim sebagian dari dana
merger tersebut sekitar Rp 700 juta digunakan untuk keperluan
percepatan pembahasan dan pengesahan Perda BPR di DPRD NTB.
Menurut Ervyn, hal yang substansial dalam pengakuan para tersangka
tersebut adalah adanya dugaan keterlibatan oknum pejabat. Terutama
dalam memerintahkan penggunaan dana, apalagi dana tersebut diterima
oleh oknum anggota dewan dan oknum eksekutif. “Hal itulah yang penting
ditelusuri oleh kejaksaan,” katanya.
Sementara itu, terkait tujuan pemberian dana, sejauh ini bisa dianggap
belum jelas. Mengingat, tujuan pemberian dana oleh pejabat eksekutif bisa
saja bermacam-macam alasannya. Hal itu juga yang harus diungkap oleh penegak
hukum.
Lebih lanjut disampaikan, dimensi yang terkandung dalam kasus BPR cukup
luas. Bukan saja sebatas kasus dugaan korupsi dana merger BPR. “Tapi yang dapat
digarisbawahi bahwa dana merger itu dikumpulkan dalam rangka kegiatan merger BPR
oleh tim konsolidasi yang dibentuk berdasarkan keputusan Gubernur NTB,” tutup
Ervyn.
Dugaan adanya dana mengalir ke oknum DPRD dan oknum pejabat Pemprov NTB
untuk memuluskan pembahasan perda BPR, dibuka oleh tersangka dugaan
penyimpangan dana merger BPR. Wakil ketua tim konsolidasi Mutawalli membeberkan
ada dana Rp 700 juta lebih dari hasil iuran delapan PD BPR NTB mengalir
ke oknum dewan dan pejabat pemprov.
Pernyataan para tersangka ini membuat sejumlah anggota dewan
kebingungan. Anggota DPRD NTB yang berkaitan langsung dengan pembahasan
Perda Nomor 10 tahun 2016 tentang Penggabungan dan Perubahan Bentuk Badan Hukum
PD BPR NTB menjadi PT BPR NTB, mengaku masih kebingungan dengan tudingan adanya
uang pelicin.
Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda), Guntur
Halba sendiri tidak mengetahui ada uang yang mengalir ke Bapemperda. “Setahu
saya tidak ada aliran dana ke dewan, khususnya Bapemperda terkait pembahasan
ranperda,” terangnya.
Politisi Partai Demokrat ini dengan tegas mengaku tidak tahu ada dana
untuk percepatan pembahasan dan pengesahan Perda BPR NTB. “Saya tidak tahu ada
dana yang dimaksud dan tidak tahu sama sekali nyangkut dimana,” ucapnya.
Begitu juga dengan pengakuan ketua Pansus Perda waktu itu, Johan
Rosihan. Politisi PKS ini menilai pembahasan Perda BPR lancar-lancar saja.
Sehingga sangat aneh apabila ada uang sebesar Rp 700 juta dialirkan untuk upaya
percepatan pembentukan perda.
Oleh karena itu, dirinya juga meminta agar tudingan tersebut dibuktikan.
Apalagi masalah tersebuat membuat wakil rakyat semakin dicerca oleh masyarakat.
“Kita kaget kalau dianggap terima uang, kita dicerca. Makanya harus didalami
yang terima. Kalau memang tidak ada dewan yang terima, terus uang yang dimaksud
itu nyangkutnya dimana,” ujar Johan.
Hal yang harus diketahui, lanjutnya, biaya pembentukan perda memiliki
anggaran khusus sebesar Rp 200 juta di Biro Perekonomian Pemprov NTB. Uang
tersebut digunakan untuk seluruh proses pembentukan perda mulai dari naskah
akademik hingga disahkan. “Kalau biaya untuk makan saat rapat, itu kan sudah
ada yang tanggung. Kalau rapat disini, sekretariat yang sediakan. Untuk
keperluan pansus juga kita pakai SPPD. Makanya kita jadi bingung kalau disebut
ada uang Rp 700 juta,” imbuhnya.
Berbeda dengan politisi Partai Amanat Nasional (PAN), Ali Ahmad yang
juga ketua komisi I DPRD Provinsi NTB.Menanggapi adanya dugaan uang pelicin
itu, Ali Ahmad mengakui jika praktek-praktek terlarang tersebut kadang terjadi
di DPRD. “Saya kira bukan hanya disini, dimana-mana biasa terjadi. Kadang ada
uang pelicin dan kadang tidak ada,” ucapnya saat ditemui di ruang komisi I DPRD
NTB.
Menurutnya, disinilah peran penting aparat penegak hukum. Orang-orang
yang terlibat menerima uang pelicin harus diberikan hukuman
setimpal. Apabila dibiarkan, maka nama lembaga DPRD NTB yang terhormat akan
rusak. “Sepengalaman saya dan bukan pengalaman saya, bisa saja benar ada uang
pelicin masuk ke oknum dewan. Bisa juga tidak, karena memang kadang ada dan
kadang tidak ada,” ujarnya.
Uang pelicin tersebut, untuk memuluskan nerbagai rencana program atau
kebijakan yang sedang dibahas. Bentuknya beraneka ragam, bisa juga disebut uang
suap, pungutan liar atau gratifikasi. Namun fakta tersebut memang benar adanya
kadang terjadi.
Momentum saat ini, harus digunakan oleh penegak hukum untuk membongkar
semuanya. Hal yang selama ini tabu harus segera diperjelas. “Jangan dibiarkan
terlalu lama isu ini menggelinding, nanti jadi bias. Harus cepat diselesaikan
agar jelas, karena ini merusak nama dewan secara keseluruhan,” katanya.
Komisi I sendiri sangat mengapresiasi Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang
telah menetapkan dua tersangka dalam kasus pembentukan PT BPR NTB. Namun,
jangan sampai hanya berhenti sampai disitu saja. “Bila ada yang terlibat
lainnya, harus diungkap. Siapapun orangnya jangan pandang bulu, jangan
segan-segan penegak hukum,” ucap Ali.
Demi menjaga nama baik lembaga, komisi I akan turut serta membantu untuk
mengejar oknum yang bermain. “Komisi I akan kejar, karena tuduhannya ke
Udayana.Pokoknya sampai kiamat kita akan kejar, kok dewan yang disebut-sebut.
Tangkap dan borgol saja secepatnya, ini memalukan,” tandasnya.
Sementara itu, seluruh pejabat Pemprov NTB lebih memilih bungkam terkait
tudingan adanya uang pelicin dalam kasus BPR NTB. Mantan Karo Perekonomian
Manggaukang Raba belum juga bisa dimintai keterangannya. Begitu juga dengan
Karo Perekonomian saat ini Ahmad Nur Aulia maupun Asisten II Chairul Mahsul.
Bahkan Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Rosiady Sayuti juga serempak melakukan
aksi tutup mulut.(zwr)
Berita-berita FITRA
NTB lainnya dapat diakses dalam www.kabarfitrantb.blogspot.co.id