![]() |
Sekjen FITRA NTB narasumber FGD Pengawasan Pilkada Gubernur/Wagub NTB - 8 November 2017 |
SUARANTB.com
9 November 2017 13:29
Mataram (Suara NTB) – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB, menduga bahwa menjelang Pilkada NTB 2018, keuangan daerah cukup rentan disalahgunakan untuk pembelanjaan kegiatan-kegiatan politik, terutama anggaran belanja publik di sektor belanja hibah.
Demikian
disampaikan oleh Sekjen FITRA NTB, Ervyn Kaffah kepada Suara NTB, ketika
dikonfirmasi terkait potensi pemancakan anggaran negara untuk kegiatan politik,
menjelang pilkada serentak 2018, khususnya di NTB.
“Memang ada
kekhawatiran umum, akan ada potensi yang besar terjadinya penggunaan dana
publik, khususnya dana hibah dan bansos untuk digunakan bai kerja-kerja
pemenangan calon, baik itu sebelum penetapan maupun setelah penetapan calon,”
ungkap Ervyn.
Berkaca dari hasil
audit BPK tahun anggaran 2016, di eberapa daerah yang menggelar pilkada
serentak 2017 lalu, selalu masalah dana hibab bansos paling banyak bermasalah.
Ervyn menyebutkan beberapa modus operandi penyelewenngan yang ditemukan seperti
penerima fiktif, penerima tidak layak, mekanisme pengeluaran yang melanggar
aturan, dan soal pertanggungjawaban yang tidak jelas, sebutnya.
“Dari sini kita
bisa lihat, bahwa sebelumnya track record dana hibah bansos ini bermasalah.
Makanya tren kenaikan bansosnya jangan melonjak, kalau diperlukan bisa dibatasi
dulu,” ujarnya.
Dikatakan Ervyn,
melihat situasi politik menjelang pilkada serentan 2018, menunjukkan bahwa
elektabilitas para kandidat rata-rata masih rendah. Hal ini menurut Ervyn
menjadi anomali dari daerah lain yang juga akan menggelar pilkada. Dengan
kondisi ini, sangat menciptakan situasi bagi para kandidat untuk kesulitan mencari
pendanaan untuk digunakan sosialisasi diri.
“Dengan situasi
itu, para bandar belum yakin mau dukung siapa. Sehingga mungkin para badar masih
main di dua kaki. Untuk kepentingan sosialisasi, keluarnya ndak banyak. Ini
berarti apa, bahwa calon akan terpaksa memilih menggunakan sumber yang mereka
kuasai, untuk digunakan sosialisasi. Kalau dari sumber keuangan pribadi ya ndak
masalah,” sebutnya.
“Makanya sumber
daya publik itu patut dipelototi, jangan sampai penyalahgunaan sumber daya publik ini (APBD) berjalan leluasa,”
sambungnya.
Apa yang
disampaikan Ervyn cukup beralasan, mengingat latar belakang kandidat yang akan
tampil maju sebagai calon kepala daerah sebagian besar adalah petahana.
“Karena hibah
bansos itu diperuntukkan untuk kaum dhuafa. Sedekah untuk orang miskin. Jadi
janganlah sampai dimanipulasi untuk kepentingan yang lain yang numpang, terus
ada embel-embel pamrih,” sambungnya.
Pilkada serentak
2018, akan digelar pada pertengahan tahun, yakni tanggal 27 Juni. Sementara
realisasi belanja bansos hibah itu biasanya selalu terjadi pada akhir tahun
anggaran. (ndi)
Sumber: