![]() |
Sekretaris Jenderal FITRA NTB, Ervyn Kaffah |
LOMBOK POST, 5
Februari 2018
MATARAM-Forum Indonesia
untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB mendorong anggota DPR RI dapil NTB pro
aktif menyelesaikan persoalan penjualan 6 persen saham PT NNT. FITRA menilai
Gubernur NTB TGB HM Zainul Majdi tidak mampu bernegosiasi dengan PT Multi Capital
(Bakrie Group) agar dana hasil penjualan saham segera ditransfer.
“Saya dorong DPR RI
ambil inisiatif menyelesaikan penjualan saham,” kata Sekjen FITRA NTB Ervyn
Kaffah, pada Lombok Post,
kemarin (4/1).
Ia menyebut,
anggota DPR RI seperti Fahri Hamzah yang sering bicara soal politik dan wacana
pembubaran KPK, harus juga memperhatikan masalah daerah seperti penjualan saham
itu. Sebab persoalan itu tidak bisa diselesaikan di tingkat lokal karena ada
kaitannya dengan perusahaan nasional.
FITRA juga mempertanyakan
berapa nilai penjualan sebenarnya. Merujuk pengakuan dari pihak NNT sendiri,
Newmont telah melepas 48,5 persen kepemilikan sahamnya dengan nilai US$ 1,3
miliar, artinya nilai 6 persen saham Pemda sekitar US$ 163 juta atau Rp 2,1
triliun.
Angka versi Newmont
ini berbeda dengan pengakuan versi Bakrie Group yang menyebut nilai penjualan
24 persen saham mereka, termasuk di dalamnya 6 persen saham Pemda hanya sebesar
US$ 400 juta. Artinya, nilai 6 persen saham Pemda sekitar US$ 100 juta atau
sekitar Rp 1,3 triliun.
Sementara itu,
informasi yang bersumber dari Pemprov NTB sendiri, nilai penjualan 6 persen
saham Pemda hanya Rp 484 miliar. “Selisih dengan Bakrie Group besar sekali,”
ungkapnya.
Ia menyebutkan,
berdasar pengakuan tiga pihak tersebut, selisih antara pengakuan NNT dan Bakrie
sekitar Rp 800 miliar. Jika dibandingkan dengan pengakuan Pemprov NTB,
selisihnya lebih besar lagi mencapai Rp 1,6 triliun. Sementara selisih nilai
antara pengakuan Bakrie Group dengan Pemprov NTB sekitar Rp 800 miliar lebih.
“Harus ada penjelasan logis mengapa selisih harga penjualan bisa terjadi,”
katanya.
Menurutnya,
kejelasan data penjualan itu sangat penting diketahui publik. Harus diklirkan
berapa sebenarnya dana hasil penjualan. Jangan sampai ada dana lain yang tidak
diketahui. Anggota DPR RI dapil NTB dalam hal ini bisa mendorong adanya
keterbukaan publik mengenai hal ini. “Saya sepakat dengan gubernur, tidak boleh
satu rupiahpun tidak disetor,” katanya.
Tertundanya
pembayaran hasil penjualan saham tersebut diduga ada kaitannya dengan
pelaksanaan kewajiban PT MC pada pihak lain, karena saat membeli 24 persen
saham divestasi Newmont bersama Pemda, sumber dana berasal dari pinjaman dengan
jaminan saham tersebut.
Sebelumnya,
kewajiban dividen PT DMB selama beberapa tahun juga tidak dibagikan PT MC
karena terkait gadai saham tersebut. Dividen baru dibayarkan akhir tahun 2017.
Artinya, tertundanya pembayaran saham merupakan praktek yang terulang oleh PT
MC. “Sebelumnya pembagian dividen tertunda bertahun-tahun, sekarang pembayaran
penjualan saham juga ditunda,” ungkapnya.
Menurut Ervyn,
pemerintah perlu memikirkan pengaturan untuk mengurangi praktek menarik manfaat
yang tidak seharusnya oleh perusahaan atas saham divestasi milik Pemda.
Sebagaimana terjadi dalam kasus gadai saham Pemda di PT NNT oleh PT MC melalui
konsorsium PT MDB. “Ini adalah area bebas nilai
yang selama ini belum menjadi fokus pemerintah,” ujarnya.
Sementara itu,
Kepala Biro Humas Setda NTB H Irnadi Kusuma yang dikonfirmasi mengaku belum
bisa memberikan keterangan terkait hal itu. Keterangan mengenai pembayaran
saham sepenuhnya ia serahkan ke Asisten II Setda NTB. Tapi ia membantah jika
Gubernur dinilai gagal dalam melakukan negosiasi dengan Bakrie Group. “Saya
pikir tidak seperti itu,” tegasnya. (ili/r5)
Berita-berita FITRA
NTB lainnya dapat diakses dalam www.kabarfitrantb.blogspot.co.id