INFRASTRUKTUR MEMBAIK, TAPI PELAYANAN INFORMASI TAK KUNJUNG BAIK

Secara umum, hingga akhir tahun 2014 ini infrastruktur keterbukaan informasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat telah menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Namun ketersediaan infrastruktur tersebut belum mampu meningkatkan kualitas pelayanan informasi.

Untuk mendapatkan pelayanan informasi yang berkualitas dan memuaskan dibutuhkan beberapa syarat, yaitu adanya Infrastruktur yang memadai, ketersediaan informasi yang bermanfaat, komitmen kepala daerah dan masyarakat yang aktif. Prasyarat-prasyarat ini telah terpenuhi namun belum berdampak signifikan terhadap pelayanan informasi.

Beberapa catatan yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah dan pegiat keterbukaan informasi adalah (1) pemahaman Badan Publik tentang urgensi keterbukaan informasi masih belum merata. Komitmen kepala daerah tidak akan bermakna apa-apa jika tidak di sokong oleh aparatur birokrasi yang belum memeliki pemahan yang baik tentang keterbukaan informasi, (2) gerakan keterbukaan informasi masih terpusat pada kelas menengah dan belum menjadi isu di tingkat bawah. Ini kemungkinan terjadi karena isu keterbukaan informasi masih belum menjawab kebutuhan dasar warga.

Beberapa waktu yang lalu Provinsi NTB meraih penghargaan sebagai provinsi dengan peringkat pertama keterbukaan informasi public, yang diberikan oleh Komisi Informasi Pusat. Pencapaian provinsi NTB ini tidak mengejutkan public. Karena pada tahun 2012 provinsi NTB meraih peringkat pertama berdasarkan riset Open Budget Index (Indeks Transparansi) yang diselenggarakan oleh SEKNAS FITRA, meskipun scorenya masih 36 dari skala 0-100.

Namun yang patut di apresiasi adalah komitmen pemerintah daerah di Provinsi NTB, sehingga dalam kurun waktu 4 tahun infrastruktur keterbukaan informasi hampir rampung di semua pemerintah daerah, kecuali Kabupaten Lombok Tengah.

Pekerjaan rumah pemerintah daerah di NTB yang perlu segera diselesaikan pada tahun2 mendatang adalah peningkatan kualitas pelayanan informasi. Berdasarkan hasil uji akses yang laksanakan oleh FITRA NTB dalam dua tahun terakhir (2013-2014 masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Respon badan public terhadap permohonan informasi masih buruk.

Pada tahun 2013, indeks keterbukaan informasi anggaran berkala berbasis website provinsi Nusa Tenggara Barat berada pada peringkat 24 dari 32 Provinsi. Sedangkan jika dibandingkan dengan kabupaten kota se NTB, Provinsi NTB berada pada peringkat ke 5 setelah Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Bima, Kota Mataram, dan Kota Bima. Sedangkan uji akses pada tahun yang sama, respon Badan Publik ada tiga, yaitu tidak menguasai informasi yang dimohonkan, dokumen yang diberikan tidak sesuai dengan yang diminta, dan ada juga Badan Publik yang tidak memberikan respon sama sekali.

Selanjutnya, pada tahun 2014 hasil uji akses di 9 SKPD di Provinsi NTB tidak mendapatkan respon yang menggembirakan. Dari Sembilan SKPD tersebut hanya Biro Keuangan Provinsi NTB yang memberikan respon dengan memberikan dokumen yang diminta yaitu dokumen Perda APBD 2010-2013. Sedangkan SKPD lainnya tidak memberikan respon sama sekali, diantaranya adalah Bappeda NTB, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga, Dinas Kesehatan, Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTB, Dinas Pertanian Provinsi NTB, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB, Dinas Peternakan Provinsi NTB, dan Setwan Prov. NTB.

Begitu juga uji akses yang dilakukan di kota Mataram, dari 10 SKPD yang dimintai informasi, hanya ada satu SKPD yang merespon permohonan informasi yang dilakukan oleh FITRA NTB yaitu Biro Keuangan Sekretariat Daerah Kota Mataram, meskipun responnya sangat “minimalis” dengan memberikan data ringkasan APBD Murni 2010-2014. Sembilan SKPD lainnya tidak memberikan respon sama sekali, yaitu Bappeda Kota Mataram, Dinas Pertanian Kota Mataram, Dinas Kebersihan Kota Mataram, Dikpora kota Mataram, Dinas Kesehatan Kota Mataram, Dinas Pekerjaan umum, Dinas Sosial Kota Mataram, Setwan Kota Mataram.

Adapun Uji Akses di Kabupaten Lombok Utara, dari 8 SKPD yang dikirimi surat permohonan informasi, hanya Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Imformatika Kab. Lombok Utara yang merespon imformasi, yang meminta pemohon  mengisi formulir permintaan dokumen. Sedangkan tujuh SKPD lainnya tidak ada respon sama sekali.

Berdasarkan catatan-catatan di atas, FITRA NTB merekomendasikan kepada pemerintah daerah di NTB untuk melaksanakan tiga hal berikut pada tahun 2015, yaitu:
  1. Meningkatkan pemahaman terkait UU KIP dan pelayanan informasi di semua Badan Publik, secara merata (SKPD-UPTD-KEC-DESA/KEL).
  2. Mendorong ketersediaan informasi berkualitas dan bermanfaat bagi warga terkait informasi layanan dasar, dan pengadaan barang dan jasa pemerintah (infrastruktur dasar), di samping informasi sesuai DIP.
  3. Melakukan monitoring kinerja keterbukaan informasi publik secara periodik melalui riset/uji akses informasi, yang dapat bermanfaat sebagai basis data pengambilan keputusan.
     Sobat juga bisa mengunduh Slide Presentasi CATATAN AKHIR TAHUN FITRA NTB_2014

MENGHITUNG PROYEKSI REALISASI APBD

Bagaimana cara menghitung prediksi realisasi APBD? Satu pertanyaan yang selama satu bulan ini banyak ditanyakan oleh Sobat FITRA (sebutan untuk para supporter FITRA NTB).

Menghitung prediksi APBD, baik proyeksi APBD Murni dan Realisasi dapat dihitung dengan mudah, cepat, dan tepat. Dan setiap orang bisa melakukan perhitungan ini. Yang penting rajin atau rutin melakukannya. Hanya menggunakan operasi matematika sederhana: pertambahan (+), pengurangan (-), perkalian (x), dan pembagian (:).

Namun, sebelum melakukan analisis, Sobat terlebih dahulu harus mengumpulkan data-data anggaran dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Jenis data yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan analisis. Dalam merumuskan prediksi realisasi APBD ini, maupun proyeksi APBD Murni,  hanya dibutuhkan data ringkasan realisasi APBD lima tahun terakhir, dengan format sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban APBD atau dokumen Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Kepala Daerah.

Untuk mendapatkan dokumen informasi tersebut, Sobat dapat melakukan permohonan informasi kepada Badan Publik yang menguasai dokumen/data/informasi. Dan jika pemerintah daerah terbuka, Sobat dapat temukan di website resmi pemerintah daerah.

Melakukan permohonan informasi ini dapat dilakukan secara resmi kepada Badan Publik, baik persorangan, kelompok, maupun secara kelembagaan dengan surat atau lisan. Permohonan informasi kepada Badan Publik dijamin konstitusi dan Undang-Undang. Jadi, Sobat tak perlu khawatir untuk melakukan permohonan informasi. Siapa pun kita. Apapun profesi kita. (Untuk konsultasi dan pendampingan permohonan informasi, bisa menghubungi kami).

Apa tujuan kita melakukan analisis dan menentukan proyeksi/prediksi? Pertama, melihat gambaran kinerja pengelolaan APBD secara umum. Kedua, menyediakan informasi “tandingan” versi masyarakat untuk menilai rasionalitas, keterukuran, dan ketepatan proyeksi pemerintah; apakah sudah mendekati kondisi yang sebenarnya. Ketiga, mendeteksi potensi praktek mark down pendapatan daerah (menyusun target pendapatan di bawah potensi riil).

Apa manfaat untuk pemerintah daerah? Data proyeksi/prediksi ini dapat digunakan oleh pemerintah daerah sebagai data pembanding dalam penyusunan proyeksi APBD dan proyeksi arus kas pada akhir tahun anggaran. Sehingga, pemerintah daerah tetap awas dalam mengatur arus kas daerah.

Sobat FITRA, berikut langkah-langkah analisis proyeksi/prediksi APBD (Murni dan Realisasi).
  1. Membuat lembar entry data di sheet Microsoft Office Excel, yang format kolom dan barisnya disesuaikan dengan format ringkasan APBD;
  2. Memasukkan data ke dalam field form entry, lima tahun terakhir;
  3. Menghitung kontribusi masing-masing jenis pendapatan daerah dan alokasi belanja masing-masing jenis belanja daerah;
  4. Menghitung laju pertumbuhan nominal masing-masing jenis pendapatan dan belanja daerah;
  5. a). Untuk menyusun proyeksi “tandingan”, Sobat dapat menyusun proyeksi APBD sesuai tren realisasi lima tahun terakhir berdasarkan informasi sebagaimana yang dihasilkan pada Langkah (3) dan (4) (akan lebih bagus lagi jika disandingkan dengan informasi ekonomi makro). Lalu bandingkan proyeksi yang Sobat hasilkan dengan yang disusun pemerintah daerah; b). Untuk menyusun proyeksi/prediksi realisasi APBD, dibutuhkan data APBD Perubahan tiap tahun, sehingga Sobat bisa mendapatkan gambaran kinerja tren realisasi APBD tahun sebelumnya. Dari tren kinerja realisasi APBD tersebut, Sobat dapat menyusun proyeksi realisasi APBD (termasuk nominal SiLPA tahun berjalan). Proyeksi yang Sobat hasilkan akan mendekati angka sebenarnya, jika didukung juga dengan informasi tren realisasi bulanan.
Mudah, bukan? Jika Sobat telah melalui langkah-langkah di atas dengan benar, maka Sobat akan mendapatkan gambaran tren kinerja pengelolaan APBD secara umum dan mampu menghasilkan kesimpulan proyeksi/prediksi yang mendekati angka yang sesuai dengan angka sebenarnya.

Proyeksi/prediksi yang Sobat hasilkan, sebagaimana semua hasil riset atau analisis, selalu bersifat sementara (tentative) dan memiliki kemungkinan salah. Namun, kemungkinan-kemungkinan ini dapat diminimalisir dengan menyesuaikan metode, instrument, dan ketersediaan informasi pendukung serta keuletan Sobat melakukan analisis.

Menghitung Proyeksi Realisasi APBD Provinsi NTB Tahun 2014

Tabel 1. Tren Realisasi Nominal APBD Provinsi NTB Tahun 2010-2014(P)
Uraian
2010R
2011R
2012R
2013R
2014P
Pendapatan Daerah
    1.272.218.058.844
1.689.351.248.722
2.242.817.184.525
2.380.428.979.081
2.923.616.362.119
Belanja Daerah
    1.275.746.585.399
1.650.601.274.586
2.189.181.696.293
2.375.766.147.388
2.897.422.574.130
Surplus/(Defisit)*
(3.528.526.556)
38.749.974.136 
53.635.488.232
4.662.831.693
26.193.787.989
Penerimaan Pembiayaan
73.514.840.922

17.281.825.713

17.713.024.128

28.129.155.675

13.806.212.011

Pengeluaran Pembiayaan
58.288.151.806

39.000.000.000

44.000.000.000

19.630.000.000

40.000.000.000

Pembiayaan Netto**
15.226.689.116
(21.718.174.287)
(26.286.975.872)
8.499.155.675
(26.193.787.989)
SiLPA Tahun Berjalan***
11.698.162.560

17.031.799.849

27.348.512.360

13.161.987.368

0

*) Surplus/(Defisit): Pendapatan Daerah – Belanja Daerah
**) Pembiayaan Netto: Penerimaan Pembiayaan – Pengeluaran Pembiayaan
***) SiLPA: Surplus/(Defisit) + Pembiayaan Netto

Tabel 2. Tren Kinerja Realisasi APBD (dalam persen)*
Uraian
2010R
2011R
2012R
2013R
2014(Prediksi)
Pendapatan Daerah
92,66
97,21
94,62
91,74
92,71
Belanja Daerah
88,23
94,30
92,59
91,87
90,40
Surplus/(Defisit)





Penerimaan Pembiayaan
69,62
33,61
46,57
100,47
100,00
Pengeluaran Pembiayaan
99,59
100,00
100,00
53,39
88,24
Pembiayaan Netto





SiLPA Tahun Berjalan





  *) Kinerja Realisasi: (Nominal Realisasi/Nominal Perubahan) x 100


Tabel 3. Proyeksi Realisasi APBD Tahun 2014*
Uraian
2014P
Kinerja 2014R (Prediksi)
2014R (Prediksi)
Pendapatan Daerah
2.923.616.362.119
92,71
2.710.484.729.321
Belanja Daerah
2.897.422.574.130
90,40
2.619.270.007.013
Surplus/(Defisit)
26.193.787.989

91.214.722.307
Penerimaan Pembiayaan
13.806.212.011
100,00
13.806.212.011
Pengeluaran Pembiayaan
40.000.000.000
88,24
35.332.000.000

Pembiayaan Netto
(26.193.787.989)

(21.525.787.989)
SiLPA Tahun Berjalan
0

69.688.934.318**
*) Baca juga Serapan APBD Provinsi NTB akan Capai Level Terendah, Selly: SiLPA Tak Bisa Diprediksi , dan Daya Saing Meningkat Tapi Belanja Tersendat
**) Untuk kemudahan penyebutan, angka ini dibulatkan menjadi Rp 70-an miliar.

Nah, kira-kira demikianlah langkah-langkah merumuskan proyeksi realisasi APBD, Sobat. Kita berharap, realisasi APBD Provinsi NTB Tahun 2014 melampaui prediksi di atas. Dan realisasi nominal SiLPA berada di bawah angka prediksi. Semoga.

Salam Transparansi!

FITRA NTB RAIH PENGARGAAN DARI KOMISI INFORMASI

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB meraih penghargaan sebagai lembaga yang pro aktif dalam implementasi Keterbukaan Informasi Publik di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Penghargaan tersebut diberikan oleh Komisi Informasi Provinsi NTB dalam acara malam penghargaan "Pemeringkatan Keterbukaan Informasi Badan Publik Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2014" di Hotel Grand Legi, Mataram, Senin malam (1/12). Malam puncak penghargaan ini dihadiri oleh Ketua Komisi Informasi Pusat dan Wakil Gubernur Provinsi NTB

"Penghargaan ini kami persembahkan untuk seluruh masyarakat Nusa Tenggara Barat yang tak henti berjuang untuk tercapainya kedaulatan rakyat atas anggaran," kata Deni Hartawan, peneliti FITRA NTB yang mewakili FITRA NTB menerima penghargaan.

Deni melanjutkan, "FITRA NTB mengucapkan terima kasih atas segenap dukungan masyarakat NTB, mahasiswa, dan jaringan di tingkat lokal maupun nasional, terutama kepada staf dan peneliti FITRA NTB yang tak kenal lelah mempromosikan keterbukaan informasi sebagai upaya memperbaiki pelayanan publik dan upaya pencegahan korupsi di NTB."

Bagi FITRA NTB, penghargaan ini menjadi pemompa spirit juang staf, peneliti, dan sukarelawan untuk bersama-sama memberjuangkan hak informasi yang merupakan hak asasi yang diatur konstitusi.







Rakyat Berkehendak:
Pilkada, Percayakan Pada Rakyat
Minggu (21/09) pagi, Komite Aksi NTB BERSIH 2014 menggelar aksi edukasi terkait penolakan terhadap pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).  Aksi ini dimulai pukul 06.30 di Arena Car Free Day, Taman Udayana Mataram, NTB. Massa melakukan long march dari depan Islamic Center NTB menuju Taman Udayana sambil menggelar sepanduk bertuliskan “Pilkada, PERCAYAKAN PADA RAKYAT!” Massa kemudian membagikan brosur berisi materi edukasi tentang Pilkada langsung.
Deny Hartawan, Koordinator Komite Aksi NTB Bersih 2014 mengatakan Aksi ini sebagai bentuk edukasi  terhadap masyarakat tentang arti penting Pilkada langsung. Aksi ini bertujuan untuk membangun kepercayaan diri  warga masyarakat untuk mempertahankan haknya dalam menentukan pemimpin.
Saat ini para wakil rakyat di DPR RI sedang menggodok undang-undang terbaru tentang pemilihan kepala daerah. Point pentingnya, ada upaya sebagian kelompok politik untuk mengembalikan pemilihan secara langsung oleh rakyat ke pemilihan melalui perwakilan oleh DPRD, dengan berbagai alasan antara lain maraknya Politik Uang, Cost politik tinggi/beban daerah terhadap anggaran pemilihan langsung tinggi, dan maraknya konflik horizontal.
Menurut Deny, debat mengenai sistim pemilihan Kepala Daerah secara langsung atau diwakilkan semestinya tidak diposisikan semata dalam ranah debat teknis mengenai kekurangan dan kelebihannya atau manfaat dan mudharatnya, melainkan harus diposisikan pada diskursus yang lebih ideologis bahwa urusan memilih Pemimpin khususnya Kepala Daerah adalah hak milik rakyat yang sah.
Deny Hartawan menegaskan ide untuk mengembalikan Pilkada ke tangan DPRD adalah upaya pemberangusan hak rakyat yang sah untuk memilih pemimpin. “Urusan memilih pemimpin itu hak kita sebagai rakyat. Rakyat berkehendak: kami sendiri yang pilih. Rakyat mampu, tidak perlu anda Parpol dan anggota DPRD mewakili kami dalam urusan itu,” tegasnya.
Idealnya, Komite Aksi NTB Bersih 2014 berpandangan Pemilu kedepan dilaksanakan hanya dua jenis saja, yakni Pemilu Legislatif dan Pemilu Eksekutif, yang dilaksanakan secara serentak baik pusat maupun daerah, secara on-line. Namun untuk menuju kondisi ideal ini diperlukan masa transisi sebagai penyesuaian dari kondisi sekarang dan membutuhkan perbaikan dalam sistim administrasi kependudukan.
Untuk memperbaiki pelaksanaan Pilkada langsung Komite Aksi NTB Bersih 2014 mengajak Pimpinan-pimpinan Partai Politik dan anggota DPR RI untuk :
1.      Memperbaiki proses rekruitmen calon kepala daerah sehingga calon yang diusung punya rekam-jejak yang jelas dalam memperjuangkan kepentingan warga, memliki integritas sehingga tidak membutuhkan biaya besar untuk mensosialisasikannya.
2.      Terus melakukan edukasi pendidikan politik kepada masyarakat agar tidak terjebak dalam permainan elit yang rawan konflik
3.      Tidak lagi melakukan praktik candidation buying atau meminta pembayaran kepada calon.
4.     Menetapkan pengaturan jumlah maksimal/tertinggi dana kampanye untuk masing-masing calon untuk membatasi cost politik secara keseluruhan.
5.      Mendorong efisiensi biaya pelaksanaan Pilkada melalui pembatasan jumlah kelompok kerja KPUD, Mengurangi jumlah petugas KPPS, Standarisasi unit cost, Optimalisasi TPS, memperbesar DPT per-TPS, Menghapus PPS.

HARAP CEMAS PUBLIK PADA DPRD BARU

Pemilu hakekatnya merupakan peradilan rakyat untuk menghukum para wakilnya yang tak amanah. Tapi apakah ini berlaku untuk Pemilu lalu?


Dominannya wajah baru dalam struktur komposisi anggota DPRD di NTB, tak lantas bisa disimpulkan, bahwa mereka akan lebih baik dari para pendahulunya pun tak sepenuhnya bisa meyakinkan kita bahwa mereka tak akan bisa diandalkan. Pesimisme sekaligus optimisme public bercampur aduk.

Dari hasil Pileg 2014 lalu, hanya 22 orang anggota DPRD provinsi NTB wajah lama. Sebanyak 23 anggota tak terpilih lagi, 7 anggota gagal mencoba peruntungan menuju Senayan. Artinya, dari 65 anggota DPRD terpilih hasil Pileg lalu, sebagian besar (66 persen) wajah baru. Pun di tingkat kabupaten/kota, anggota DPRD terpilih didominasi muka-muka baru. Kota Mataram, misalnya, hanya 10 anggota periode sebelumnya yang tersisa.

Pesimisme publik tak melulu karena mereka wajah baru, tapi juga karena mereka terpilih pada Pemilu legislatif berkualitas “murahan”. Banyak pihak menilai, pemilihan legislatif tahun ini sarat kecurangan. Dari pelanggaran administrasi hingga transaksi dan manipulasi perhitungan suara, yang melibatkan para calo suara, pemilih, dan pelaksana pemilu. Hasil pemantauan politik uang Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Pileg lalu, di 15 provinsi, termasuk di NTB, menemukan bahwa pelaku politik uang adalah caleg semua tingkatan, baik provinsi, kabupaten/kota, DPR RI dan calon anggota DPD RI.

Memang benar, kontestasi pemilihan anggota legislatif amat ketat. Di NTB, kontestan pemilihan anggota legislatif tingkat kabupaten/kota masing-masing sebanyak 300 hingga 600 orang, memperebutkan 25 hingga 45 kursi. Kondisi ini mendorong para kandidat menempuh jalan pintas: membayar kepala rakyat dengan uang puluhan ribu atau rayuan manis janji, plus ongkos politik yang tinggi. Tapi itu tak lantas melegalkan cara curang, murahan, dan tak etis.

Untuk mendapat jatah kursi, para caleg rela menebusnya dengan dana bertumpuk. Hasil riset Lembaga Pengkajian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia menjelaskan, agar berpotensi besar menang, seorang caleg DPR RI harus mengeluarkan dana sekitar 1,18 miliar rupiah hingga 4,6 miliar rupiah. Sedangkan caleg DPRD Provinsi harus menyiapkan modal sekitar 481 juta rupiah hingga 1,55 miliar rupiah. Adapun caleg DPRD Kabupaten/Kota harus merogoh kocek sekitar 350 juta rupiah hingga 500 juta rupiah.

Angka pengeluaran biaya politik ini sangat mahal, meskipun dari hasil riset LPEM UI tersebut masih dalam kategori wajar. Sebab, jika diasumsikan belanja politik anggota DPRD Provinsi NTB pada Pemilu bulan April lalu berkisar rata-rata 1,016 miliar rupiah (mengambil titik tengah dari belanja caleg DPRD Provinsi di atas), ini setara dengan pengeluaran sekitar 3.526 orang miskin di NTB untuk satu bulan (BPS: Garis Kemiskinan Provinsi NTB per Maret 2014 sebesar 287.987 rupiah). Artinya, pengeluaran belanja politik 65 anggota DPRD Provinsi NTB terpilih pada Pemilu lalu, setidak-tidaknya setara dengan pengeluaran 229.315 penduduk miskin NTB, atau 27,9 persen dari total penduduk miskin. Fantastis. Belum lagi jika ditotal dengan belanja politik ratusan caleg yang tak terpilih dan caleg DPRD Kabupaten/Kota.

Bandingkan dengan total gaji dan tunjangan yang diterima. Berdasarkan hasil tracking FITRA NTB tahun 2013 lalu, pendapatan minimal anggota DPRD tingkat kabupaten/kota berkisar antara 304 juta rupiah hingga 479 juta rupiah. Atau selama lima tahun menjabat, seorang anggota DPRD kabupaten/kota akan menerima gaji dan tunjangan setidak-tidaknya sekitar 1,52 miliar rupiah hingga 2,395 miliar rupiah. Pendapatan anggota DPRD Provinsi sudah tentu lebih tinggi lagi.

Di satu sisi, terlihat tidak elok bagi rakyat kecil menghitung-hitung uang yang keluar dan masuk ke  kantong para caleg di NTB. Toh, tak akan mengenyangkan perut lapar kaum miskin dan mengembalikan senyum anak-anak penderita gizi buruk. Dan hal yang manusiawi bagi setiap orang untuk mencari laba atas setiap rupiah yang diinvestasikan, kecuali bagi manusia luar biasa, yaitu manusia setengah dewa (meminjam judul lagu Iwan Fals).

Tapi kita patut miris dengan potret belanja politik para caleg yang mahal plus derasnya fulus yang akan diterima dari APBD. Sebab, mereka tak lain dari “tangan Tuhan” yang akan menentukan nasib setiap orang di NTB. Kita berharap, semua anggota DPRD, baik tingkat provinsi maupun Kabupaten/Kota yang dilantik pada Agustus ini tak tersandera tangan dan pikirannya untuk sekedar memburu rente selama lima tahun mendatang. Sebab, ada sekitar 5,4 juta pasang mata siap mengawasi. Akhirnya, tak ada kata yang paling manis untuk diucapkan selain ucapan: Selamat menjalankan amanah kami.

BARIS VIDEO