Radar
Mandalika - Maret 6, 2018
MATARAM – Dugaan adanya aliran uang pelicin
sebesar Rp 700 untuk memuluskan peraturan daerah (Perda) Nomor 10 tahun 2016
tentang merger perusahaan daerah (PD) menjadi PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Kini giliran Gubernur NTB, M Zainul Majdi diminta ambil tindakan konkrit. Tidak
lepas tangan.
Yang paling harus disikapi gubernur mulai
soal pengumpulan uang Rp 1,8 miliar dari delapan PD BPR NTB. Termasuk soal arah
uang pelicin yang disebutkan menyeret nama oknum pejabat Pemprov dan oknum di
DPRD NTB.
Sekjen FITRA NTB, Ervyn Kaffah menegaskan,
pengumpulan dana merger tersebut oleh tim konsolidasi, adalah sesuai perintah
Gubernur melalui SK Gubernur NTB Nomor 503 – 89 tahun 2016 tentang Pembentukan
Tim Perubahan dan Penggabungan Bentuk Badan Hukum PD BPR NTB, menjadi PT BPR
NTB, tanggal 26 Januari 2016.
“Ini alasan kami meminta Pak Gubernur juga
ambil tindakan,” katanya tegas kepada wartawan, kemarin.
Apalagi, katanya ini sudah menjadi
perhatian publik luas. Lebih lebih lagi, petinggi birokrasi yaitu Sekda juga
diduga menerima dana tersebut. “Kurang elok jika tidak ada langkah aktif dari
gubernur untuk memperjelas masalah ini,” sindirnya.
Mestinya, sambung Sekjen FITRA ada langkah
memanggil pejabat yang memerintahkan pengumpulan dan penggunaan dana tersebut
kepada tim konsolidasi, agar bisa diketahui posisinya secara jelas. Hal ini
sangat penting guna menunjukkan sikap tegas gubernur untuk tidak menoleransi
praktek korupsi dalam pemerintahan yang dipimpinnya.
FITRA mengimbau agar para pejabat eksekutif
tertentu yang merasa telah menerima dana merger tersebut segera
mengembalikannya kepada Pemda. Tentu, hanya bagi yang merasa menerima saja.
Dalam hal ini FITRA menekankan pentingnya
jajaran pejabat Pemprov NTB untuk menelusuri dan memperjelas tingkat kelayakan
kegiatan pengumpulan dana merger tersebut yang nampak jelas tidak layak dari
segi perencanaan, dan terkesan dibuat-buat. Hal ini disebabkan besarnya jumlah
dana yang tercecer yang sangat jauh nominalnya dari jumlah yang sebenarnya.
“Gubernur harus turun tangan,” pinta Ervyn.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD NTB,
Johan Rosihan menegaskan, siapa saja boleh beranggapan atau menilai langkah
setiap institusi hal itu diatur dalam demokrasi. Namun apa yang disampaikan
bahwa dewan akan meminta klarifikasi eksekutif nanti saat pengusulan perubahan
Perda. “Itu yang menurut kami tepat naanti saat pengusualan Perda saja kita minta
tanggapan,” kata Johan, waktu itu.
Sementara, Gubernur NTB melalui Humas dan
Protokoler Setda NTB belum bisa menyapaikan tanggapan lebih jelas. Kepala Biro
Humas dan Protokoler Setda NTB, Irnadi Kusuma mengaku dalam hal ini Karo
Ekonomi Setda bisa memberikan penjelasan lebih lengkap.
“Nanti Karo Ekonomi saja beri tanggapan,”
jawab singkat Irnadi.(cr-jho/r1)
Berita-berita FITRA
NTB lainnya dapat diakses dalam www.kabarfitrantb.blogspot.co.id