FITRA Sebut Selisih Penjualan Saham Rp 800 M


Sekretaris Jenderal FITRA NTB, Ervyn Kaffah
LOMBOK POST,

MATARAM-Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB mendorong anggota DPR RI dapil NTB pro aktif menyelesaikan persoalan penjualan 6 persen saham PT NNT. FITRA menilai Gubernur NTB TGB HM Zainul Majdi tidak mampu bernegosiasi dengan PT Multi Capital (Bakrie Group) agar dana hasil penjualan saham segera ditransfer.

“Saya dorong DPR RI ambil inisiatif menyelesaikan penjualan saham,” kata Sekjen FITRA NTB Ervyn Kaffah, pada Lombok Post, kemarin (4/1).

Ia menyebut, anggota DPR RI seperti Fahri Hamzah yang sering bicara soal politik dan wacana pembubaran KPK, harus juga memperhatikan masalah daerah seperti penjualan saham itu. Sebab persoalan itu tidak bisa diselesaikan di tingkat lokal karena ada kaitannya dengan perusahaan nasional.


FITRA juga mempertanyakan berapa nilai penjualan sebenarnya. Merujuk pengakuan dari pihak NNT sendiri, Newmont telah melepas 48,5 persen kepemilikan sahamnya dengan nilai US$ 1,3 miliar, artinya nilai 6 persen saham Pemda sekitar US$ 163 juta atau Rp 2,1 triliun.

Angka versi Newmont ini berbeda dengan pengakuan versi Bakrie Group yang menyebut nilai penjualan 24 persen saham mereka, termasuk di dalamnya 6 persen saham Pemda hanya sebesar US$ 400 juta. Artinya, nilai 6 persen saham Pemda sekitar US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun.

Sementara itu, informasi yang bersumber dari Pemprov NTB sendiri, nilai penjualan 6 persen saham Pemda hanya Rp 484 miliar. “Selisih dengan Bakrie Group besar sekali,” ungkapnya.

Ia menyebutkan, berdasar pengakuan tiga pihak tersebut, selisih antara pengakuan NNT dan Bakrie sekitar Rp 800 miliar. Jika dibandingkan dengan pengakuan Pemprov NTB, selisihnya lebih besar lagi mencapai Rp 1,6 triliun. Sementara selisih nilai antara pengakuan Bakrie Group dengan Pemprov NTB sekitar Rp 800 miliar lebih. “Harus ada penjelasan logis mengapa selisih harga penjualan bisa terjadi,” katanya.

Menurutnya, kejelasan data penjualan itu sangat penting diketahui publik. Harus diklirkan berapa sebenarnya dana hasil penjualan. Jangan sampai ada dana lain yang tidak diketahui. Anggota DPR RI dapil NTB dalam hal ini bisa mendorong adanya keterbukaan publik mengenai hal ini. “Saya sepakat dengan gubernur, tidak boleh satu  rupiahpun tidak disetor,” katanya.

Tertundanya pembayaran hasil penjualan saham tersebut diduga ada kaitannya dengan pelaksanaan kewajiban PT MC pada pihak lain, karena saat membeli 24 persen saham divestasi Newmont bersama Pemda, sumber dana berasal dari pinjaman dengan jaminan saham tersebut.
Sebelumnya, kewajiban dividen PT DMB selama beberapa tahun juga tidak dibagikan PT MC karena terkait gadai saham tersebut. Dividen baru dibayarkan akhir tahun 2017. Artinya, tertundanya pembayaran saham merupakan praktek yang terulang oleh PT MC. “Sebelumnya pembagian dividen tertunda bertahun-tahun, sekarang pembayaran penjualan saham juga ditunda,” ungkapnya.

Menurut Ervyn, pemerintah perlu memikirkan pengaturan untuk mengurangi praktek menarik manfaat yang tidak seharusnya oleh perusahaan atas saham divestasi milik Pemda. Sebagaimana terjadi dalam kasus gadai saham Pemda di PT NNT oleh PT MC melalui konsorsium PT MDB. “Ini adalah area bebas nilai  yang selama ini belum menjadi fokus pemerintah,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Biro Humas Setda NTB H Irnadi Kusuma yang dikonfirmasi mengaku belum bisa memberikan keterangan terkait hal itu. Keterangan mengenai pembayaran saham sepenuhnya ia serahkan ke Asisten II Setda NTB. Tapi ia membantah jika Gubernur dinilai gagal dalam melakukan negosiasi dengan Bakrie Group. “Saya pikir tidak seperti itu,” tegasnya. (ili/r5)


Berita-berita FITRA NTB lainnya dapat diakses dalam www.kabarfitrantb.blogspot.co.id
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BARIS VIDEO