Pengendalian Tanpa Eksekusi (2)



Oleh: Ervyn Kaffah

TERUS TERANG, saya termasuk yang belum beruntung menemukan argumen teknis untuk menjelaskan fakta realisasi proyek pembangunan gedung RSUP NTB Dasan Cermen sampai akhir tempo tidak mencapai 25 persen, tahun lalu. Penjelasannya saya duga menjangkau sisi lain, yaitu sejauhmana proses e-procurement  dilaksanakan secara memadai untuk memperoleh penyedia barang jasa yang tepat.  Hal ini diperkuat oleh fakta-fakta seturut yang berhasil dihimpun. Penyedia pemenang lelang ternyata tidak memiliki bank garansi, rekening banknya diblokir, dan saat itu telah berbulan-bulan menunda kewajibannya melunasi hutang pada sejumlah pemasok material dan tenaga bagi pengerjaan proyek.

Kesimpulan sementara saya, proyek itu gagal karena penyedia yang dipilih dalam pelaksanaan lelang itu tidak bonafid. Tidak memiliki sumber pembiayaan untuk mengerjakan proyek, walau telah mendapat kemudahan memperoleh uang muka dari pemerintah. Sebuah kesimpulan yang bagi saya pribadi ingin saya tolak sekuat-kuatnya karena pada dasarnya yang sedang dipertanyakan adalah integritas pelaksanaan pengadaan  di lingkup Pemprov NTB.

Pengendalian Tanpa Eksekusi (1)


Oleh: Ervyn Kaffah


TAHUN 2014 LALU Pemerintah Provinsi NTB mengagendakan pengendalian dan penyerapan anggaran lebih efektif. Tapi paradoks menyertai karena SiLPA  tahun itu mencatat angka prestisius, penyerapan anggaran sangat rendah, dan ada beberapa proyek besar tidak rampung sampai batas tempo, termasuk dua gedung di komplek RSUP (baru). Seperti biasanya, pimpinan daerah mengekspresikan keprihatinannya atas kinerja birokrasi. Pejabat-pejabat penting lantas memberi penjelasan yang cenderung mengulang-ulang alasan  tahun lalu. Saat pengendalian anggaran dilaksanakan setengah hati maka kendali cuma berjalan setengah-setengah, dan tindakan-tindakan substansial tak segera dijalankan. Menimbang bahwa pasti sungguh patut disayangkan jikalau peristiwa serupa kembali terulang tahun ini, penting menekankan sejumlah faktor yang diduga ikut berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan APBD dan penyerapan anggaran daerah.

KUNJUNGAN BELAJAR KE SKPD MITRA STRATEGIS FITRA NTB

Tim FITRA NTB foto bersama dengan Tim Biro AP & ULP-LPSE NTB
Tim FITRA NTB Belajar Sistem Pengendalian Anggaran ke Biro AP Provinsi NTB

Pada 25 Maret 2015, Tim FITRA NTB berkunjung ke Ruang Biro Administrasi Pembangunan (AP) dan ULP-LPSE Pemprov NTB  untuk memperdalam praktek inovasi reformasi birokrasi mengenai pengendalian dan percepatan penyerapan anggaran di lingkup Pemprov NTB. 

Selama lebih kurang 2,5 jam, Tim FITRA NTB berdiskusi dan berbagi knowledge dengan Tim Biro AP, yang dipimpin langsung oleh Kepala Biro AP dan ULP-LPSE NTB, IGB Sugiharta.

Sebelumnya, FITRA NTB telah mendorong inisiatif untuk memperbaiki pengendalian dan percepatan kegiatan APBD di lingkup Pemerintah Provinsi NTB. Diantaranya, dengan memfasilitasi pihak Pemprov NTB untuk mengadopsi penerapan Format Kendali Hulu-Hilir yang diterapkan di Aceh oleh Unit P2K (Pengendalian dan Percepatan) Kegiatan APBD di Pemprov Aceh.

10 SKPD PEMPROV MASIH TETAP LAMBAN AJUKAN LELANG KE ULP-LPSE NTB



Sekretaris Jenderal FITRA NTB, Ervyn Kaffah

FITRA NTB mengumumkan bahwa sampai dengan Pertengahan Mei 2015 ini, atau memasuki Triwulan Kedua Tahun Anggaran 2015, masih terdapat 10 SKPD yang kinerjanya mengajukan lelang kepada ULP-LPSE NTB tetap sangat lamban. Sebelumnya, Akhir April lalu, FITRA NTB mencatat ada 12 SKPD yang sangat lamban mengajukan lelang. Meski ada kemajuan pada 2 SKPD dalam mengajukan lelang, namun peningkatannya relative minim.  Hal ini menunjukkan bahwa terapi dari atasan langsung berupa pemanggilan dan  peringatan, serta Rapat Pimpinan oleh Pimpinan Daerah belum menunjukkan hasil signifikan.

Menurut Sekretaris Jenderal FITRA NTB, Ervyn Kaffah,  kondisi keterlambatan mengajukan lelang bukan hanya terjadi pada Dinas-dinas yang mengawal Program Unggulan, namun juga terjadi pada sejumlah SKPD lainnya, khususnya yang terkait dengan pelayanan dasar.  Di sisi lain, meski ada kemajuan pada 2 SKPD dalam mengajukan lelang, namun peningkatannya relative minim. 

“Jadi bukan cuma SKPD program unggulan saja ya, banyak juga yang lainnya. Situasi  ini menunjukkan bahwa terapi dari atasan langsung berupa pemanggilan dan  peringatan, serta Rapat Pimpinan oleh Pimpinan Daerah belum menunjukkan hasil signifikan,” tegas Ervyn.

Hal ini disampaikannya menanggapi Gubernur NTB HM Zainul Majdi yang baru-baru ini menyoroti kinerja 4 SKPD yang bertugas menjalankan program-program unggulan, yakni Dinas Pertanian TPH, Dinas Peternakan Keswan, Dinas Kelautan dan Perikanan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, yang dianggap lesu dan tidak bergairah.

12 SKPD PEMPROV NTB SANGAT LAMBAN AJUKAN LELANG
Sampai Akhir April, Realisasi Pengajuan Lelang Masih Dibawah 10 Persen

Dari total 27 SKPD Pemprov NTB yang menangani proyek lelang tahun ini, ada 12 SKPD sangat lamban mengajukan lelang kepada ULP-LPSE NTB. Sampai Akhir April 2015 nilai lelang yang mereka ajukan masih dibawah 10 persen dari total proyek yang ditangani.
FITRA NTB minta atasan langsung SKPD untuk memberikan bantuan kepada SKPD-SKPD itu.
Sekretaris Jenderal FITRA NTB, Ervyn Kaffah menyarankan para Asisten dan Sekretaris Daerah agar fokus mengidentifikasi masalah yang dihadapi SKPD-SKPD ini, sekaligus ikut membantu mencari pemecahan masalah, karena 12 SKPD ini sudah sangat lamban. "Perlu identifikasi masalah dan atasan langsung segera memberikan bantuan. Waktunya sudah mepet, sudah tidak tepat lagi dikasi peringatan. Lebih baik berikan bantuan atau dukungan sumberdaya lain. Kalau perlu ambil alih penanganannya," sarannya.


12 SKPD Belum Mengajukan Lelang:
WAGUB PERLU TURUN TANGAN PERCEPAT PROSES LELANG

Wakil Gubernur NTB  diharapkan segera mengambil langkah untuk mempercepat pelaksanaan proses lelang barang/jasa Pemprov NTB pada tahun anggaran 2015 ini. Menurut catatan FITRA NTB, Hingga Medio April ini,  ada 12 SKPD yang memerlukan intervensi Wagub karena lamban mengajukan lelang ke ULP.

Sekretaris Jenderal FITRA NTB, Ervyn Kaffah,  mengatakan Wakil Gubernur NTB, HM Amin,  perlu turun tangan untuk mempercepat proses lelang pada 12 SKPD Pemprov NTB, yang sampai dengan tanggal 15 April 2015 lalu, belum juga mengajukan lelang kepada ULP-LPSE NTB. “Wagub perlu turun tangan segera, jangan menunda dan memberi kelonggaran kepada SKPD-SKPD itu untuk melalaikan kewajibannya. Intervensi Wagub  langsung penting dilakukan  untuk memastikan lelang proyek-proyek tersebut segera dilaksanakan,” katanya.

Menurut Ervyn Kaffah, Bulan Maret hingga Akhir April adalah kurun waktu yang krusial dalam memastikan kelancaran proses pengadaan barang/jasa, khususnya yang melalui metode lelang di ULP-LPSE. “Bottle-neck yang menyebabkan lelang proyek kita di NTB selalu lambat beberapa tahun terakhir ini, karena kita belum juga mempercepat proses persiapan pra-lelang, yang idealnya berlangsung sepanjang Maret hingga Medio April. Selain masalah dokumen dan jumlah PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang terbatas, factor  paling berpengaruh adalah kelalaian jajaran birokrasi dalam menaati jadwal atau time-line yang sudah direncanakan. Kami kategorikan 12 SKPD ini masuk zone MERAH, perlu intervensi segera dari Pimpinan,” tegasnya.
  
Ervyn menyebut, SKPD yang perlu segera diintervensi itu ada dua kelompok SKPD. Kelompok SKPD Pertama adalah  7 SKPD yang sampai pertengahan April 2015 belum juga mengajukan lelang satu pun kepada ULP, padahal jumlah paket yang mereka tangani relative besar. 7 SKPD tersebut yakni: Biro Umum, Dikpora, Dinas Budaya dan Pariwisata, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta BPBD.  

Sementara Kelompok SKPD Kedua adalah SKPD-SKPD yang pada tahun anggaran 2015 ini sebenarnya menangani masing-masing hanya 1 paket proyek saja, namun tidak juga mengajukan lelang kepada ULP. “Ya, kewajibannya hanya 1 paket proyek saja. Tapi sampai pertengahan April ternyata tak juga mengajukan lelang,” papar Ervyn.  Tercatat ada 5 SKPD yang termasuk kelompok ini, yakni: Disnakertrans, Dishubkominfo, Dinas Kehutanan, Dispenda, dan Kantor Penghubung Pemprov NTB di Jakarta.


SKPD yang Belum Juga Mengajukan Lelang s.d 15 April 2015
No
SKPD
Nominal Lelang (Rp. Juta)
Jml Paket
1
Biro Umum
                     4,016
                11
2
Dikpora
                   12,483
                12
3
Disbudpar
                     5,288
                13
4
Diskop dan UMKM
                     1,875
                   4
5
Disnak dan Keswan
                   10,002
                11
6
Dislutkan
                     2,570
                   4
7
BPBD
                     1,904
                   4

SKPD yang Hanya Punya Kewajiban 1 Paket tapi Belum Juga Mengajukan Lelang s.d 15 April 2015
No
SKPD
Nominal Lelang (Rp. Juta)
Jml Paket
1
Disnakertrans
                         344
                   1
2
Dishubkominfo
                         477
                   1
3
Dishut
                         520
                   1
4
Dispenda
                     1,000
                   1
5
Ktr. Penghubung
                         855
                   1


7 SKPD Perlu Perhatian Khusus.
Selain 12 SKPD tersebut, FITRA NTB mengharapkan jajaran Pemprov NTB memberikan perhatian khusus (Perkus)  terhadap 7 SKPD lainnya, yang meskipun sudah mulai mengajukan lelang dengan jumlah terbatas, namun sisa paket proyek yang menjadi kewajibannya masih tinggi. 7 SKPD itu yakni: Dinas Pertanian TPH, Dinas Perkebunan, RSJP, Bakorluh, Dinas KEsehatan, Distamben, dan RSUP.

SKPD dengan Sisa Kewajiban Mengajukan Lelang yang Masih Tinggi
No
SKPD
Lelang
Blm mengajukan Lelang
Rp (juta)
Jml Pkt
Jml Pkt
Rp (juta)
%
1
Dinas Pertanian TPH
                   12,476
                10
                9
             11,676
        94.00
2
Disbun
                   15,441
                10
                9
             14,441
        93.52
3
RSJP
                   13,136
                   8
                7
             12,906
        98.25
4
Bakorluh
                     3,330
                   3
                2
               3,195
        95.95
5
Dinas Kesehatan
                     5,179
                   7
                5
               3,222
        62.21
6
Distamben
                   17,881
                16
                6
             12,132
        67.85
7
RSUP
                132,572
                16
                6
             94,367
        71.18


Sebagai contoh, Dinas Pertanian TPH, dengan 10 Paket Proyek senilai Rp. 12,476 milyar tahun ini,  baru mengajukan lelang hanya 1 paket proyek, sehingga tersisa 9 paket proyek (Rp. 11,676 milyar). Ini berarti Dinas baru mengajukan lelang hanya senilai 6% dan masih tersisa 94% anggaran proyek yang harus segera diajukan lelangnya ke ULP. Sementara Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB misalnya, dengan 8 Paket Proyek senilai Rp. 13,136 milyar namun baru mengajukan lelang hanya  1 paket proyek, sehingga tersisa 7 paket proyek (Rp. 12,906 milyar), atau masih tersisa 98,25%. Contoh lainnya adalah RSUP yang tahun ini menangani 16 Paket Proyek senilai Rp. 132,572 milyar namun masih tersisa 6 paket yang belum diajukan lelang dengan sisa anggaran cukup signifikan mencapai Rp. 94,367 milyar. Atau tersisa paket proyek yang belum diajukan lelangnya dengan nominal diatas 70% (baca: 71,18%) dari keseluruhan nilai proyek di SKPD ini.

Menurut Catatan FITRA NTB, pada tahun 2015 ini, dengan APBD sebesar Rp. 2,993 Trilyun, nilai pengadaan barang/jasa Pemprov NTB mencapai Rp. 1,23 Trilyun atau sekitar 41% dari total anggaran (Artinya sebagian besar anggaran diperuntukkan bagi Belanja Tidak Langsung, termasuk Belanja Pegawai, belanja Hibah, dlsb). Nominal pengadaan melalui lelang pada ULP-LPSE NTB adalah senilai Rp. 510,049 milyar, sementara sisanya dengan nominal yang jauh lebih besar ditetapkan oleh Pemprov ditempuh melalui metode non-lelang senilai Rp. 720 milyar. Dari total 44 SKPD Pemprov NTB, ada 28 SKPD yang melakukan lelang melalui ULP-LPSE.

RENCANA PERCEPATAN TENDER RSUP NTB BERISIKO

Masyarakat menyambut baik keinginan Pemprov NTB yang ingin segera menyelesaikan proyek RSUP NTB. Karena ini menyangkut layanan dasar masyarakat NTB. Apalagi rencana pemprov memindahkan layanan RSUP ke lokasi baru di Dasan Cermen sudah tertunda selama dua tahun karena buruknya kinerja pemprov NTB dalam pelaksanaan penyediaan fasilitas gedung. 

Foto: RSUP NTB Dasan Cermen (Repro: Radar Lombok)
Namun, menurut kami, keinginan baik tersebut harus didasarkan aturan hukum yang berlaku agar tidak berkonsekwensi hukum di kemudian hari. Langkah Pemprov NTB yang berencana mempercepat proses tender dua gedung di RSUP NTB tidak berdasar. Alasan Pemprov NTB mempercepat proses tender adalah untuk mengefektifkan waktu pengerjaan proyek. Padahal APBD 2015 Pemprov NTB tidak menganggarkan proyek yang belum selesai tersebut. 

Komentar ini dikeluarkan untuk menanggapi rencana Pemprov NTB mempercepat pelaksanaan tender pembangunan lanjutan RSUP NTB, yang tahun 2014 lalu tidak rampung dan mengalami pemutusan kontrak. Sebelumnya, sebagaimana dimuat media massa (23/1), Kepala Biro AP Pemprov NTB Muhammad Rum mengatakan, pihaknya sedang menggodok rencana proses percepatan tender pembangunan lanjutan RSUP NTB yang tidak selesai kontrak pada 2014.

Menurut pandangan kami, rencana Pemprov tersebut bertentangan dengan prinsip pengelolaan keuangan negara. Rencana tersebut bertentengan dengan ketentuan dalam Pasal 3 Ayat 1 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang menjelaskan bahwa, keuangan negara dikelola secara Tertib, Taat pada peraturan perundang-undangan, Efesien, Ekonomis, Efektif, Transparan, dan Bertanggung jawab  dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. 

Keinginan tersebut juga tidak sesuai dengan fungsi APBD sebagai pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Artinya, Pemprov NTB tidak memiliki legitimasi hukum untuk melaksanakan kegiatan yang tidak tercantum di dalam Perda APBD.

Meski demikian, UU Keuangan Negara memang memberikan ruang untuk melaksanakan kegiatan yang tidak tercantum di dalam Perda APBD. Pasal 28 Ayat (4) menyebutkan, pengeluaran yang belum tersedia anggarannya di dalam Perda APBD hanya dimungkinkan secara hukum, apabila dalam keadaan darurat, yang selanjutnya diusulkan dalam Rancangan Perubahan APBD pada bulan Juni mendatang. 

Jika Proses tender jadi dipercepat maka Pemerintah Provinsi NTB harus menjelaskan kepada publik, keadaan darurat apa yang sedang dialami, sehingga mengharuskan pelaksanaan kegiatan tanpa melalui tahap perencaan dan penganggaran di dalam APBD tahun 2015.

Baca juga: Percepat Pembangunan RSUP, Lelang Bisa Diawal (Harian RADAR LOMBOK, 23 Januari 2015)

FITRA NTB APRESIASI RENCANA PENGHEMATAN APBD NTB 2015


Langkah pemerintah Provinsi NTB untuk melakukan penghematan belanja rutin APBD 2015 patut diapresiasi. Angin segar bagi masyarakat NTB. Harapan agar anggaran daerah lebih banyak dinikmati langsung oleh masyarakat NTB, semoga terealisasi.

Pemerintah provinsi NTB berencana melakukan penghematan anggaran rutin hingga 20 persen. Adapun belanja rutin yang akan dihemat seperti perjalanan dinas, pembelian alat kantor, belanja hibah, bansos, belanja pemeliharaan hingga belanja operasional lain pemerintah.

Langkah tersebut, dengan mengalihkannya ke pelayanan dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan sangatlah tepat. Karena, 5 dari 10 prioritas pembangunan daerah tahun 2013-2018 adalah terkait peningkatan layanan dasar, yaitu 
1) Reformasi Birokrasi, tata kelola pemerintahan; 
2) Kesehatan; 
3) Pendidikan; 
4) Kesejahteraan social; dan 
5) Lingkungan hidup, perubahan iklim, dan bencana alam.

Arahkan untuk Peningkatan Kualitas Layanan Dasar
Dari sisi kebijakan penganggaran, rencana penghematan dan pengalihan itu pun tepat. Karena, jika melihat tren belanja layanan dasar Provinsi NTB tiga tahun terakhir (2013-2015) cenderung terjadi penurunan.

Tahun 2013 alokasi belanja layanan dasar senilai 63.66 persen, sedangkan tahun 2014 terjadi penurunan yaitu 60.24 persen. Tahun 2015 alokasi belanja layanan dasar meningkat kembali, tapi masih di bawah alokasi tahun 2013, yaitu sekitar 61,57 persen dari proyeksi belanja langsung pemerintah.

Sementara tren ongkos aparatur dan administrasi pada belanja layanan dasar tiga tahun terakhir justru cenderung naik. Tahun 2013 dialokasikan sekitar 4, 86 persen dari total belanja layanan dasar. Sedangkan tahun 2014 naik signifikan menjadi 7,48 persen, dan pada tahun 2015 hanya beda tipis dengan 2014 yaitu sekitar 7,31 persen.

Dengan upaya dan ikhtiar pemerintah menghemat belanja rutin dan mengalihkannya untuk layanan dasar yang kemanfaatannya langsung diterima oleh masyarakat, kita berharap; hak-hak dasar warga terpenuhi dan persoalan di tengah masyarakat NTB berangsur dapat diatasi dan terselesaikan.

DOWNLOAD VERSI PDF 

BARIS VIDEO